24
Dec
09

Semangkuk Sayur Hangat dari Ibu

Di siang hari yang panas itu, Mayang berjalan dengan cepat. Perpaduan antara ranselnya yang besar dan berat serta tubuh gembulnya yang terbalut seragam putih – abu-abu itu membuatnya terkesan seperti berlari tergopoh-gopoh. Tapi ia tidak peduli. Yang ia pikirkan sekarang hanyalah pulang ke rumah dan menyingkir dari suhu jalanan yang panasnya tak karuan akhir-akhir ini. Bayangan air dingin yang segar dari kulkas dan nasi sayur hangat buatan ibu nya menjadi motivasi tambahan mayang untuk segera pulang.

Sesampai di teras, mayang langsung masuk begitu saja. Tanpa mengetuk pintu, tanpa melepas sepatu di luar. Suhu udara yang panas telah menjadikannya pelanggar hukum tak tertulis di rumahnya sendiri. Lagian, bukannya peraturan itu dibuat untuk dilanggar?

“Ibuuu…!” mayang berteriak sembari melintasi ruangan. Tak ada jawaban. Tapi suara ketukan pisau metal dan kayu yang bertempo tetap menandakan bahwa ada seseorang di dapur. Ibunya, mungkin.

Mayang segera berlari ke dapur. Dan memang benar, ada ibunya di sana, ditengah kepulan asap sayur, berdiri membelakangi mayang, sedang memotong sayuran.

“Ibu masak apa? Masih lama nggak?” Mayang bertanya, tapi ibunya tidak bergeming. Ia tetap saja memotong sayuran dengan pelan dan tenang. Mungkin ibu sedang marah karena ia tidak mengetuk pintu dan melepas sepatu di luar, pikir mayang. “Iya deh, maafin mayang. Tadi mayang nggak mengetuk pintu dan ngelepas sepatu di luar”

Tetap tidak ada jawaban.

“Tapi tadi panas banget bu…”
“Ya sudah, nggak apa-apa. Sana, kamu masuk dulu.sebentar lagi masakannya mateng” Akhirnya ibunya menjawab.
“Ah, terimakasih! Ibu baik deh” mayang mendekat, lalu memeluk dan mencium pipi ibunya dari belakang, “ Lho, badan ibu kok dingin banget? Ibu sakit ya?”
“Cuman lelah sedikit kok. Nanti selesai masak ibu mau istirahat”
“OK mum! Mayang tunggu di dalam ya!”

Setelah membuka kulkas dan mengeluarkan sebuah botol berisi air putih, mayang meninggalkan ibunya di dapur.

***

Jarum jam diding baru menunjuk angka 3 sore, tapi koridor rumah sakit itu sudah jarang dilewati orang. Hanya seorang perempuan muda yang dari pagi tadi duduk di bangku panjang yang berada di tempat itu. Wajahnya kuyu, rambutnya kacau. Sesekali wajahnya menegadah, tapi lebih banyak tertunduk. Tenggelam di dalam tangkupan telapak tangannya.

‘Sialan! Seharusnya aku tidak mabuk… seharusnya aku membiarkan si Eko yang nganter pulang ke rumah… seharusnya aku lebih hati-hati…. Seharusnya…. Ah, anjing!’ Perempuan itu mengumpat dalam hati sambil mengacak-acak rambutnya yang sudah dilakukannya entah berapa kali.

Pintu di dekat perempuan itu akhirnya terbuka. Dari dalam, muncul seorang laki-laki paruh baya berjas putih. Dengan lembut orang itu menghampiri si perempuan, lalu duduk di sebelahnya. Si perempaun menoleh, menatap mata laki-laki itu penuh arti. Dan si laki-laki membalasnya dengan tepukan lembut di pundak si perempuan.

“Maaf…”, Kata laki-laki itu dengan pelan.

***

‘Tok-tok-tok….’
‘Tok-tok-tok….’
‘Tok-tok-tok….’

Mayang terhenyak, kembali ke dunia fana setelah cekikikan melihat acara favoritnya di TV. Sudah tiga kali pintu rumahnya diketuk, tapi ibunya belum membukakan pintu. Aneh, pikir mayang. Biasanya bila pintu depan diketuk, ibunya lah yang langsung meluncur, membukakan pintu. Tapi hari ini, hingga ketukan ketiga, bahkan ibunya suara ibunya belum ia dengar. Jadi, nampaknya mayanglah yang harus membukakan pintu.

Di luar, mayang mendapati dua orang teman sekelasnya, Amanda dan Martha. Mereka berdua terlihat cemas.

“Wah, tumben siang-siang maen? Ada apa nih?” Tanya mayang, “Ayo, masuk dulu”
“Mayang!” Amanda langsung memeluknya dengan erat.
“May, please jangan sedih ya” sahut Martha.
“Heh, ada apa sih?”
“May, kita tadi dapet laporan dari ayahku yang lagi jaga di rumah sakit…”
“Laporan apa?”
“Eee….. tadi pagi ibu mu kecelakaan waktu pulang dari pasar. Ibumu… meninggal di rumah sakit”
“Halah, kalian ini bilang apa sih? Ya nggak mungkin lah. Ibuku tuh sekarang lagi masak di da…pu…r”

Mayang sadar. Ada yang aneh dengan ibu nya hari ini.

Dengan cepat, ia langsung berlari ke dalam. “IBUUU! IBUUU!” sembari berteriak, mayang menyisir seluruh ruangan.

Ruang tamu, kosong.
Ruang makan, kosong.
Dapur, kosong
Kamar tidur, kosong
Kamar mandi, kosong.

Kosong

Mayang sadar ada sesuatu. Ada yang salah. Ada yang terlewat…
Masalahnya, dia sedang tidak ingin percaya pada apa yang baru saja disadarinya.

Dan di atas meja dapur, semangkuk besar sayur hangat tersaji rapi.


0 Responses to “Semangkuk Sayur Hangat dari Ibu”



  1. Leave a Comment

Leave a comment


December 2009
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Categories

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 2 other subscribers