12
Feb
10

Dibalik Jendela Sore

Perasaanku mengatakan kalau sore ini akan berjalan seperti sore-sore yang lain. Karena toh, tidak ada yang istimewa di sore ini. Beberapa orang yang sepulang kerja lewat di depan rumah masih menyisakan senyum mereka untuk kekasih hati mereka di rumah. Matahari masih berkejaran dengan sobekan-sobekan awan, untuk menunjukkan siapa yang lebih dulu tenggelam di ufuk sebelah barat. Tak ketinggalan juga semilir angin sepoi yang menggugurkan dedaunan pohon di halaman rumah. Semua masih terlihat normal dibalik jendela lantai dua kamarku.

Begitu damai dan nyaman.

Di dalam rumah pun terjadi hal yang serupa. Semuanya berjalan dengan normal. Suara teriakan  dari basement masih terdengar jelas walaupun dari tempatku berada. Dan itu berarti dua hal: Satu, Ayahku masih sehat dan normal. Dua, Ibu, dengan kesabaran nya yang luar biasa masih tulus mengikuti ritual ‘pendisiplinan’ dari ayah.

Aku sendiri tak tahu apa yang dilakukan ayahku di sana, karena aku tidak memiliki akses menuju basement. Ayah sudah berulang kali melarangku dengan cerita-cerita hantu di tempat itu. Sebenarnya akupun tahu kalau itu adalah cerita rekaan ayah untuk menutupi perbuatannya… tapi rasanya itu sudah cukup untuk membuatku tidak mendekati pintu basement. Tapi yang jelas, seperti yangayah bilang padaku, kalau ini semua dilakukan agar ibu menjadi satu sosok yang disiplin. Satu kata yang sangat disukai oleh ayah.

Dan di saat seperti ini, biasanya aku hanya berdiam diri, dan melakukan apa yang biasanya dilakukan anak umur 14 tahun lainnya. Yakni meringkuk pasrah di pojok kamar sembari menutup telinga dengan kedua tangan.

Nyaman, hangat, dan aman.

Kemudian, ketika teriakan ibu makin jelas terdengar, biasanya Suster Lily, pengasuh adik ku yang masih balita datang ke kamarku. Dan benar saja, beberapa detik setelah teriakan dibawah berubah dari teriakan kesakitan menjadi (lebih mirip) lolongan hewan, Suster Lily datang.

Dengan lembut dan hampir tak bersuara suster Lily membuka dan menutup pintu. dan dengan gerakan yang sama dirinya bersimpuh di depan lelaki yang sedang ketakutan ini. selama beberapa saat mata kami beradu. dengan jelas muka cantik itu terlihat olehku. Benar-benar tanpa cacat. Namun bukan itu yang menarik perhatianku. Melainkan pandangan matanya. Terdapat sesuatu di dalam pandangan matanya. Sebuah pendangan yang belum pernah aku temui. Bahkan dari Ibuku sendiri. Terasa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan.

Padaku. Bukan orang lain.

Kemudian, sekonyong-konyong, suster Lily memeluk ku dengan erat. Meredam tubuhku yang gemetaran.

Terasa lebih hangat, lebih nyaman, dan lebih aman.

Aku pun membalas pelukannya  dengan memeluknya lebih erat lagi.

Disela-sela  lolongan Ibu dan hangatnya pelukan Suster Lily, aku merasakan bahwa  sore ini berjalan seperti sore-sore dihari yang lain.

November 22nd, 2008


0 Responses to “Dibalik Jendela Sore”



  1. Leave a Comment

Leave a comment


February 2010
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728

Categories

Enter your email address to subscribe to this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 2 other subscribers